Jumat, 26 Oktober 2012

17 Oktober 2012


Siang menuju sore, aku tidur disebuh kostan temanku. Istirahat sambil menunggu jarum jam mengarah pada angka 4. 15.35 aku dan abang berangkat menuju café ngopi doeloe yang terletak dibandung, tepatnya aku tidak tau. Aku berngkat naik angkot bersama temanku yang aku panggil abang itu. Kami tidak tau tempatnya, kami hanya mengikuti petunjuk yang diberikan temanku, Icha. Diperjalanan aku melihat icha dan dua teman laki-lakiku naik motor menuju café. Kami sms dia untuk menunggu kami dan menjalankan motor dengan pelan agar kami berangkat bersama. Namun, mereka pergi meninggalkan kami, karena waktu yang telah lebih dari jam 4. Karena sebuah sms masuk yang membuat aku dan abang gak mood lagi untuk menemui acara bertemu dengan Janet, guru besar disalah satu universitas di USA. Aku kesal waktu itu.
 Aku duduk di kursi tembok yang mengarahkan pandangan kejalan, dan disebrang jalan itu terdapat sebuah tulisan besar bertuliskan DAGO, besar sekali, tapi aku gak tau tulisan itu terbuat dari apa. Aku nikmati angin dipinggir jalan, suara bising kendaraan memadati telingaku. Aku merenung apakah aku harus tetap menemui mereka atau tidak. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak datang pada acara itu. Aku dan abang pergi ke Gramedia untuk membeli buku Tauhid, tapi tidak kami temukan. Kami keluar dan menuju Bandung Indah Plaza untuk makan, sesampainya disana ternyata uang kami tidak mencukupi untuk membeli makanan-makanan mewah ditempat itu. Kami keluar lagi dan memutuskan mencari makan dipinggir jalan. Kami membeli gorengan didepan BIP, dengan uang 8 ribu kami dapat macam-macam gorengan. Kami berjalan dan menemukan pedagang bubur ayam, perut kami memaksa untuk berhenti ditempat itu. Kami memesan bubur ayam dengan teh manis hangat. Kami menikmati bubur ayam itu, meski satu persatu pengamen menghampiri.  Ternyata harganya lumayan menguras, 26ribu untuk dua porsi. Mahal bagi seorang mahasiswa yang hanya memiliki sedikit uang.
Karena kami menghemat uang, kami berjalan jauh sampai kami temukan angkot menuju cibiru berwarna pink. Malam itu sangat asing bagiku, aku tidak pernah berjalan dikota orang dimalam hari. Dikolong jembatan, aku melihat banyak tunawisma tertidur. Subhanallah, ini kali pertamaku melihat banyak orang tidur dikolong jembatan. Puluhan pengamen berlari-lari mengejar bis dan angkot, serta puluhan pengemis berdiam dipinggir jalan.
Kami terus berjalan dan bercanda selama perjalanan mencoba melupakan kejadian tadi sore. Tepat disebuah pertigaan depan gedung gasibu, seseorang memanggilku, ternyata itu suara icha yang naik motor bersama salah satu teman lelakiku. Mereka menghampiri aku dan abang. Mereka meminta maaf pada kami berdua. Beberapa menit kemudian kakak seniorku berjalan kearah kami. Dia bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Aku hanya diam dan tak mau menjelaskan apa yang aku alami. Icha memberi kabar kepada satu teman laki-lakiku lagi yang sebenarnya dia udah dijalan menuju pulang, jauh. Icha menyuruh temanku itu untuk menjemputku, karena abang pergi sendiri naik angkot. Karena tak ada balasan dari temanku itu, icah menyuruh salah satu kakak seniorku lagi untuk menjemputku. Tapi ternyata keduanya datang dengan waktu yang hampir bersamaan. Mereka bertanya aku kenapa, dan pertanyaan itulah yang membuat aku tambah kesal dan aku menangis dipinggir jalan itu. Akhirnya aku pulang bersama teman laki-lakiku. Aku dan mereka saling bermaafan. Banyak pelajaran yang aku terima hari itu 17 Oktober 2012.